Penyakit GERD atau Gastroesophageal Reflux Disease semakin mendapat perhatian serius dari kalangan medis. Penyakit kronis yang ditandai oleh refluks asam lambung ke kerongkongan ini tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga berpotensi memicu komplikasi serius dan mengganggu kualitas hidup jutaan orang. Di tengah meningkatnya angka penderita, para ahli kesehatan mengingatkan masyarakat untuk tidak menganggap remeh gejala awal GERD.
Menurut data yang dirilis oleh Global Burden of Disease, prevalensi GERD di dunia diperkirakan mencapai 13-20% dari populasi dewasa, dengan tren yang terus meningkat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. "GERD adalah masalah yang meluas dan sering kali tidak terdiagnosis. Banyak pasien baru menyadari setelah terjadi komplikasi", ujar dr. Indah Kartikasari, spesialis penyakit dalam dari RSUD Jakarta.
Apa Itu GERD?
GERD terjadi ketika sfingter esofagus bawah (Lower Esophageal Sphincter/LES) gagal menutup sempurna setelah makanan masuk ke lambung. Akibatnya, asam lambung naik ke esofagus, menyebabkan sensasi terbakar di dada atau yang dikenal dengan istilah heartburn.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko GERD meliputi obesitas, kehamilan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, serta makanan tinggi lemak atau asam. Beberapa obat-obatan seperti NSAID, antikolinergik, dan obat hipertensi tertentu juga bisa memperburuk kondisi ini.
GERD bukan penyakit ringan yang bisa diabaikan. Jika Anda mengalami heartburn lebih dari dua kali seminggu, sulit menelan, atau penurunan berat badan tanpa sebab, segera konsultasikan ke dokter. Penanganan dini bisa mencegah komplikasi jangka panjang dan menjaga kualitas hidup tetap optimal.
"Masyarakat perlu sadar bahwa GERD bukan hanya urusan lambung. Ini bisa memengaruhi sistem pernapasan, mulut, hingga mental" pungkas dr. Indah.
Dengan edukasi dan pengobatan yang tepat, GERD bisa dikendalikan dan tidak menjadi ancaman tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Comments:
Leave a Reply