Kenali Apa Itu “Avoidant” dalam Hubungan dan Tips Menghadapinya


source: Freepik


Hubungan romantis sering kali jadi tempat di mana kita belajar paling banyak tentang diri sendiri, tentang cara kita mencintai, cara kita marah, cara kita bertahan, dan cara kita menjauh. Pernah nggak kamu merasa pasanganmu cenderung menutup diri saat konflik, atau malah kamu sendiri yang tiba-tiba merasa ingin “menarik diri” ketika hubungan mulai terasa terlalu dekat? Nah, bisa jadi itu adalah tanda-tanda dari avoidant attachment style atau gaya keterikatan penghindar.

Fenomena ini bukan hal baru dalam dunia psikologi. Konsep attachment style pertama kali diperkenalkan oleh John Bowlby dan dikembangkan oleh Mary Ainsworth, yang membagi pola hubungan menjadi beberapa kategori, salah satunya adalah avoidant. Orang dengan gaya keterikatan ini cenderung menghindari kedekatan emosional, takut bergantung, dan lebih suka menjaga jarak demi merasa aman.

Tapi jangan salah, orang dengan tipe avoidant bukan berarti nggak bisa mencintai. Mereka hanya punya cara berbeda dalam mengekspresikan cinta dan kenyamanan. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang apa itu avoidant, ciri-cirinya, serta cara menghadapinya dengan lebih sehat.

Apa Itu Avoidant Attachment Style?

Secara sederhana, avoidant attachment adalah gaya hubungan di mana seseorang merasa tidak nyaman dengan kedekatan emosional yang terlalu intens. Mereka lebih memilih mandiri, tidak terlalu mengekspresikan perasaan, dan terkadang terlihat “dingin” dalam hubungan.

Dalam teori psikologi, gaya keterikatan ini terbentuk sejak masa kanak-kanak. Biasanya, anak-anak yang memiliki orang tua tidak konsisten dalam memberikan kasih sayang—kadang hangat, kadang dingin—akan tumbuh menjadi individu yang belajar bahwa kelekatan itu tidak selalu aman. Akibatnya, ketika dewasa, mereka berusaha melindungi diri dengan cara menjaga jarak emosional.

Ada dua jenis utama avoidant attachment:

  1. Dismissive-Avoidant – tipe ini cenderung percaya bahwa mereka tidak membutuhkan orang lain. Mereka lebih suka mengandalkan diri sendiri dan sering menekan emosi.

  2. Fearful-Avoidant (atau Disorganized) – tipe ini sebenarnya ingin dekat dengan orang lain, tapi pada saat yang sama takut terluka. Akibatnya, mereka sering maju-mundur dalam hubungan.

Baca juga: Tips Memilih Penginapan Yang Tepat Untuk Traveller, Budget Pas Aman di Kantong

Kedua tipe ini bisa terlihat mirip dari luar, sama-sama sulit terbuka tapi motivasinya berbeda. Dismissive menghindar karena merasa tidak butuh, sedangkan fearful menghindar karena takut.

Ciri-ciri Pasangan atau Diri Sendiri yang Avoidant

Kalau kamu pernah bingung kenapa hubungan terasa “macet di tempat”, padahal tidak ada masalah besar, bisa jadi salah satu dari kalian punya kecenderungan avoidant. Berikut beberapa tanda umum yang sering muncul:

  1. Sulit terbuka secara emosional.
    Mereka cenderung menahan diri untuk tidak menceritakan hal-hal pribadi atau perasaan terdalam.

  2. Menghindari konflik atau pembicaraan serius.
    Saat situasi mulai tegang, tipe ini lebih memilih diam atau menjauh ketimbang menyelesaikan masalah.

  3. Terlalu fokus pada kemandirian.
    Mereka sangat menjunjung tinggi kebebasan dan sering menganggap kedekatan emosional sebagai “ancaman” bagi otonomi pribadi.

  4. Tidak nyaman dengan ekspresi kasih sayang berlebihan.
    Misalnya, mereka bisa merasa canggung saat dipeluk lama atau diberi perhatian terus-menerus.

  5. Cenderung “menarik diri” ketika hubungan mulai serius.
    Semakin dekat seseorang dengan mereka, semakin besar dorongan untuk menjaga jarak.

  6. Sulit mengekspresikan kebutuhan emosional.
    Dalam hati, mereka butuh cinta dan dukungan, tapi tidak tahu bagaimana mengungkapkannya dengan cara yang sehat.

source: Freepik

Kenapa Tipe Ini Sering Muncul di Hubungan Modern?

Kita hidup di era yang sangat menekankan independensi. “Jangan bergantung sama siapa pun!” atau “Bahagia harus dari diri sendiri dulu!” sering kita dengar. Padahal, secara psikologis, manusia memang makhluk sosial yang butuh kedekatan dan rasa aman.

Kecenderungan avoidant bisa semakin kuat karena faktor lingkungan modern:

  • Trauma atau kegagalan masa lalu membuat seseorang takut mengulang luka yang sama.

  • Tekanan media sosial yang sering menampilkan hubungan ideal bisa membuat seseorang merasa tidak cukup baik, sehingga memilih menjauh.

  • Budaya “sibuk” yang membuat koneksi emosional terasa seperti beban tambahan.

Hasilnya? Banyak orang dewasa kini tumbuh dengan emotional guard tinggi. Mereka bukan tidak ingin dicintai, hanya saja mereka tidak terbiasa menerima cinta secara terbuka.

Bagaimana Menghadapi Pasangan yang Avoidant?

Menghadapi pasangan yang avoidant memang butuh kesabaran ekstra, tapi bukan berarti tidak mungkin membangun hubungan yang sehat. Berikut beberapa tips yang bisa membantu:

1. Jangan langsung menuduh atau menekan

Mengatakan “Kamu tuh dingin banget!” hanya akan membuat mereka semakin menarik diri. Gantilah dengan pendekatan yang lebih empatik, seperti “Aku merasa agak jauh akhir-akhir ini, bisa kita bicarakan pelan-pelan?”

2. Berikan ruang tapi juga kejelasan

Tipe avoidant butuh waktu untuk memproses emosi. Jangan terlalu menuntut respons cepat. Namun, tetap beri batas yang jelas supaya hubungan tidak menggantung. Misalnya, “Aku ngerti kamu butuh waktu sendiri, tapi bisakah kita bahas ini lagi besok?”

3. Bangun kepercayaan secara konsisten

Kepercayaan bagi mereka butuh waktu. Tunjukkan bahwa kamu bisa diandalkan tanpa memaksa. Hal kecil seperti menepati janji atau mendengarkan tanpa menghakimi bisa sangat berarti.

Baca juga: Apa Itu Kesehatan Holistik dan Mengapa Ini Penting untuk Kesehatan Mental Anda?

4. Hargai independensinya

Jangan mencoba “mengubah” mereka jadi seseorang yang selalu menempel. Justru, dukung mereka untuk tetap mandiri sambil membangun koneksi emosional yang sehat. Hubungan yang baik adalah keseimbangan antara kebersamaan dan ruang pribadi.

5. Kenali batasan diri sendiri

Kalau kamu pasangan dari seseorang yang avoidant, kamu juga perlu tahu seberapa jauh kamu bisa bertahan tanpa kehilangan kesejahteraan emosionalmu sendiri. Tidak semua hubungan bisa “disembuhkan” kalau hanya satu pihak yang berjuang.

Kalau Kamu Sendiri yang Avoidant, Ini Langkah yang Bisa Dicoba

Menyadari bahwa kamu punya kecenderungan avoidant bukanlah hal buruk—itu justru langkah pertama menuju hubungan yang lebih sehat. Berikut beberapa cara untuk mulai berubah:

  1. Refleksi dari masa lalu.
    Coba lihat kembali pengalaman masa kecil atau hubungan sebelumnya. Pola itu sering kali berulang tanpa kita sadari.

  2. Belajar menoleransi kedekatan.
    Kedekatan tidak selalu berarti kehilangan kendali. Mulailah dari hal kecil, seperti terbuka sedikit demi sedikit tentang perasaanmu.

  3. Komunikasikan kebutuhan dengan jujur.
    Misalnya, “Aku butuh waktu sendiri sekarang, tapi bukan berarti aku marah.” Ini membantu pasanganmu memahami tanpa salah paham.

  4. Latih diri untuk menerima kasih sayang.
    Kadang bukan karena kita tidak disayang, tapi karena kita belum terbiasa menerimanya.

  5. Pertimbangkan terapi atau konseling.
    Terapi bisa membantu memahami akar dari perilaku penghindaran dan memberi strategi untuk mengubahnya. Banyak orang merasa jauh lebih ringan setelah mengenali sisi ini.

Gaya avoidant sering kali terlihat seperti “tidak peduli”, padahal di dalamnya sering tersembunyi rasa takut akan penolakan atau kehilangan kontrol. Orang dengan gaya ini sebenarnya ingin dicintai, hanya saja mereka takut kehilangan diri sendiri dalam prosesnya.

Jika kamu atau pasanganmu termasuk yang avoidant, jangan langsung menyerah. Hubungan bukan tentang mencari yang sempurna, tapi tentang belajar memahami—termasuk memahami cara masing-masing mencintai. Dengan komunikasi yang jujur, ruang yang seimbang, dan kesediaan untuk tumbuh bersama, hubungan bisa berkembang lebih sehat dan saling menguatkan.

Pada akhirnya, cinta bukan tentang siapa yang paling banyak memberi atau siapa yang paling kuat menahan, tapi siapa yang berani tetap hadir—meski kadang takut, meski kadang butuh ruang.

Baca juga: 5 Tips Untuk Memulihkan Tubuh Setelah Penerbangan Panjang

Comments:

Leave a Reply

you may also like

...