Source: kebudayaan.jogjakota.go.id
Wisata dan belajar adalah dua kata yang cukup menarik bila dikombinasikan. Wisata untuk menghabiskan waktu senggang sekaligus menyegarkan pikiran akan lebih bermakna bila mengunjungi tempat-tempat edukasi. Selain pengalaman yang menyenangkan, pengetahuan baru pun bisa dimiliki secara percuma.
Di zaman serba maju ini, banyak tempat wisata edukatif yang dibuka oleh berbagai pengelola. Salah satu yang kerap mencuri perhatian ialah benteng. Bangunan bersejarah ini lumrahnya memang dijadikan lokasi wisata dengan sasaran para pelajar. Namun, bukan berarti orang dewasa tidak boleh ke sana.
Di Pulau Jawa sendiri beberapa benteng kini telah dikenal sebagai museum. Tentunya hal yang ditawarkan meliputi bagaimana bangunan kokoh ini berdiri dan berfungsi pada masa lalu. Tidak sampai situ, arsitektur khas kolonialisme yang mencolok dapat dijadikan latar berfoto yang ciamik.
Mau tahu lebih lanjut? Let\\\'s check below!
Benteng Vredeburg di Yogyakarta
Source: kebudayaan.jogjakota.go.id
Jalan Malioboro sudah dikenal hampir di seluruh penjuru dunia. Jalanan dengan di samping kanan kirinya penuh toko-toko yang buka, pedagang kaki lima, dan kuliner-kuliner tradisional. Turis-turis mancanegara pun tak luput dari kunjungan, hal tersebut membuat kawasan ini selalu ramai sepanjang tahun.
Ketika berjalan di Malioboro, wisatawan akan menemui bentuk-bentuk bangunan yang unik berarsitektur indis dengan cat-cat berwarna putih. Di sisi selatan, dekat Titik Nol Kilometer, wisatawan bisa menyambangi sebuah benteng yang masih berdiri gagah. Benteng Vredeburg begitu mencuri atensi di tengah hiruk pikuk keramaian Yogyakarta.
Benteng Vredeburg dibangun pada masa colonial Belanda di tahun 1760. Mengutip dari Tempo, pembangunan ini pun dilakukan atas permintaan pemerintahan Belanda dan perintah Sri Sultan Hamengku Buwana I. Fakta unik tentang benteng ini yaitu langsung menghadap ke arah Kraton Yogyakarta, yang konon katanya bertujuan untuk memberikan intervensi terhadap kerajaan saat itu.
Benteng Vredeburd punya bangunan berbentuk segi empat serta terbagi menjadi beberapa diorama. Setiap diorama punya topic tersendiri untuk dibahas. Di tahun 2024 lalu, Vredeburg pernah ditutup karena adanya renovasi. Kini Vredeburg tampil lebih modern sebab mamanfaatkan teknologi interaktif berbasis digital agar memudahkan pengunjung mengetahui informasi.
Benteng Vredebur beroperasi sejak pagi sampai malam hari. Harga tiketnya masih sangat terjangkau, apalagi jika datang rombongan. Wisatawan yang ingin mampir bisa memarkirkan kendaraan di sekitar Jalan Malioboro.
Benteng Vestenburg di Surakarta
Source: instagram.com via kemenparekraf.go.id
Dari Yogyakarta menuju ke Surakarta, wisatawan bisa bertemu dengan Benteng Vestenburg. Lokasinya berada di kawasan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Bangunan peninggalan Belanda ini masuk ke dalam cagar budaya yang dilindungi dan dibuka sebagai ruang public, sehingga masyarakat dapat menggunakannya secara leluasa.
Benteng Vestenburg sudah berusia lebih dari satu abad. Pembangunan dimulai tahun 1745 atas perintah Jenderal Baron van Imhoff dari pemerintahan Belanda dan selesai di 1775. Di masa lalu, benteng ini memiliki fungsi sebagai tempat mata-mata dan pengawasan terhadap pergerakan dari pribumi.
Arsitektur Benteng Vestenburg begitu khas dengan detail-detail ala Eropa. Selayaknya benteng pertahanan lain, di sekitar lingkungannya dibangun bastion atau selokan serta parit yang cukup dalam. Sedangkan tinggi temboknya kurang lebih enam meter.
Saat ini Benteng Vestenburg bisa diakses oleh masyarakat secara umum sebagai tempat hiburan. Wisatawan tidak dikenakan biaya retribusi tiket, cukup membayar parkir sesuai kendaraan yang dibawa. Di samping itu, ada sedikit renovasi di bagian fasadnya, sehingga pengunjung bisa leluasa untuk menikmati suasana di Benteng Vestenburg.
Fort Willem I di Semarang
Source: jatengprov.go.id
Masih di kawasan Jawa Tengah, ada satu benteng yang unik nan megah di daerah Ambarawa, Semarang. Namanya adalah Fort Willem I atau sering disebut sebagai Benteng Pendem. Penyebutan ini bukan tanpa alasan. Ketika pertama kali ditemukan, benteng ini berada di area persawahan juga dipenuhi semak belukar. Lokasi tepatnya ada di Desa Lodoyong, kurang lebih 1,5 jam dari pusat gapura kedatangan Semarang.
Bangunan kuno ini dibangun pada tahun 1834. Namanya diambil dari nama raja yang bertahta di pemerintahan Belanda kala itu, Willem Frederik Prins Vans Oranje-Nassau. Benteng ini begitu luas, membentuk komplek dan ruang, dengan kapasitas penampungan puluh ribuan prajurit. Dahulu, Fort Willem I juga digunakan sebagai tempat menyimpan logistik dan penjara bagi para tahanan. Pada pertempuran Ambarawa dikatakan benteng ini pernah jaruh ke pasukan Tentara Keamanan Rakyat.
Fort Willem I yang sudah berusia lebih dari seratus tahun masih megah berdiri di tengah masyarakat. Saat ini kompleks Fort Willem I difungsikan sebagai Lapasa IIA Ambarawa serta menjadi rumah dinas para sipir juga tentara. Walaupun masih ditinggali oleh pekerja tertentu, wisatawan tetap dapat berkunjung menikmati suasana Fort Willem I.
Saat datang, wisatawan akan disambut dengan pintu berbentuk lorong yang mengantar masuk ke area lebih dalam. Dindingnya tak lagi indah, sudah mengelupas, menyisakan sisi horror di sepanjang perjalanan. Berbanding terbalik dengan kuat, besar, serta luasnya bangunan yang tak lekang oleh waktu. Fort Willem I sangat pas bagi wisatawan yang ingin membidik berbagai gambar serta belajar nilai historis yang masih terpendam.
Benteng Van den Bosch di Ngawi
Source: Dinas Kebudyaan DIY
Kota Ngawi kaya akan budaya dan tempat wisata bersejarah. Selain Museum Trinil, Benteng Pendem jadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Benteng ini bernama Van den Bosch yang berada di Jalan Untung Surpoati No. II, Pelem, Ngawi.
Benteng ini dibangun pada masa peperangan Diponegoro yang berlangsung pada tahun 1825-1830. Saat itu, Belanda berhasil menduduki Ngawi, sehingga harus membangun pertahanan berupa benteng. Selesai kurang lebih dua dekade bertikutnya, benteng ini cukup luas dengan penghuni yang terdiri dari 250 tentara, meriam api dan 60 kavaleri. Nama benteng diambil dari pemimpin pasukan, Johannes Van den Bosch.
Mengutip dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Ngawi, Benteng Van den Bosch ini pernah mengalami revitalisasi pada tahun 2020 silam. Fondasi bangunan yang masih kokoh membuat renovasi tidak terlalu banyak dilakukan. Benteng ini kembali beroperasi lagi setelah dua tahun berselang.
Benteng Van den Bosch kini difungsikan sebagai tempat wisata. Bangunannya saja yang kuno, tetapi fasilitas benteng ini sudah dilengkapi audio visual. Pengunjung bisa mengitari benteng dari ruang ke ruang, menerima informasi sejarah, serta mengambil kenang-kenangan berupa foto di area kompleks benteng. Retribusi yang dienakan hanya Rp 10.000 saja.
Benteng Lodewijk di Pulau Mengare
Masih di kawasan Jawa Timur, berwisata ke Pulau Mengare adalah pilihan yang tepat. Pulau ini termasuk ke dalam Kabupaten Gresik. Pemandangan yang ditawarkan begitu menggiurkan, dari alamnya juga reruntuhan benteng yang dibangun pada masa pendudukan Belanda.
Nama Lodewijk diambil dari Louis Napoleon Bonaparte, raja Belanda ketika benteng tersebut dibangun. Benteng ini berdiri di awal abad ke-19 dan dipimpin oleh Daendels. Tujuan dari pembangunan benteng ini dulunya sebagai pusat pertahanan dan pengawasan di pos utara Jawa.
Keindahan kawasan Benteng Lodewijk bisa dirasakan sejak perjalanan menyeberang ke Pulau Mengare. Wisatawan harus naik kapal, menyeberangi sungai Bengawan Solo. Di sana ada banyak sekali tumbuhan mangrove serta hamparan pasir dan bebatuan yang siap menyambut. Arus yang tenang membuat wisatawan lebih nyaman dalam menyelami pemandangan.
Sampai di Pulau Mengare, wisatawan akan dibawa masuk ke sisa reruntuhan Benteng Lodewijk. Memang sudah tidak utuh karena termakan usia dan abrasi air laut, tetapi bekas-bekas kolonialisme masih bisa ditemukan pada beberapa bagian, misalnya saja sisa pecahan barang-barang yang tertinggal. Selain itu, di pulau ini wisatawan dapat menyaksikan bunga bangkai. Ada tiga bungai bangkai yang hidup dan tumbuh subur di sini, mekar pada bulan Oktober hingga Desember sepanjang tahun.
Nah, beberapa benteng bersejarah di atas mungkin bisa jadi rekomendasi tempat untuk berwisata di waktu senggang nanti. Buat masa luang lebih bermakna sembari belajar dan healing. Berkunjung ke tempat sejarah pun jadi salah satu kiat-kiat melestarikan budaya.
Comments:
Leave a Reply