Monumen Serangan Umum 1 Maret, Megah Penuh Sejarah di Pusat Kota


Source: Google Picture/Fathur Rohman

Ketika kamu ke Yogyakarta, kamu akan menemui sebuah monument yang tidak asing lagi. Monumen itu terletak di Titik Nol Kilometer. Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, menjadi tanda bahwa pernah terjadi sebuah serangan hebat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hingga waktu berlalu, kini monument yang memiliki pelataran itu maish tetap ramai dikunjungi oleh masyarakat. Berbagai macam acara kerap kali diadakan di sana, menjadi panggung terbuka yang begitu apik.

Serangan Umum 1 Maret, sebuah kejadian yang tidak akan terlupakan dalam sejarah Indonesia. Serangan tersebut dilancarkan sebagai respon adanya tindak Agresi Militer Belanda II. Dibumbui pihak Belanda mengatakan pada dunia bahwa Indonesia bukanlah negara yang bedaulat, para tantara sudah hilang. Saat itu, ibukota negara sendiri dipindahkan di Yogyakarta karena kondisi di Jakarta sedang kacau balau, meskipun di sini tak jauh bedanya.

Serangan itu dilakukan pada pagi hari. Hasilnya, rakyat berhasil menguasai ibukota selama 6 jam lamanya. Hal itu pastinya membuktikan pada dunia bahwa Indonesia masih ada. Apalagi saat itu, Dewan Keamaan PBB sedang melaksanakan sebuah pertemuan. Serangan Umum 1 Maret 1949 ini semakin memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa Indonesia kini sudah merdeka dan bebas dari penjajah negara lain. Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 didirikan sebagai bentuk untuk mengingat serta menghormati jasa para pahlawan yang ikut terjun pada aksi tersebut. Monumen itu bangun dengan gagah di sisi utara Titik Nol Kilometer, di dalam kompleks Benteng Vredeburg.  

Berada di keramaian, Monumen Serangan Umum 1 Maret kini selain untuk pembelajaran sejarah, juga dimanfaatkan sebagai panggung terbuka untuk berbagai acara. Memang monument ini dibangun tanpa atap dan memiliki pelataran yang cukup luas. Di sekitarnyapun dibangun pagar besi sebagai pembatas sekaligus mematenkan seberapa luas pelataran yang dimiliki.

Di dalam pagar tersebut, tepatnya di depan monument, terdapat undakan yang tidak begitu tinggi. Undakan itu berbentuk setengah lingkaran yang sering digunakan sebagai kursi penonton. Sedangkan panggung berada di tengah. Lahan ini cukup luas untuk mengadakan acara seperti konser music, teater, tari, dan lain-lain.

Terkadang, masyarakat yang tidak bisa masuk (mungkin karena acara berbayar) bisa menikmati acara dari luar pagar. Panitia penyelenggara ada yang tidak memberikan penutup, sehingga acara bisa ditonton oleh orang di luar pagar. Pastinya hal tersebut cukup menguntungkan bagi para pejalan kaki yang tidak sengaja lewat.

Bertahun-tahun berlalu, Serangan Umum 1 Maret 1949 jadi momen tersendiri yang tidak akan terlupakan. Ceritanya terwakili pada bangunan monument di Titik Nol Kilometer. Bukan hanya bangunan saja, kawasan itu kini telah dimanfaatkan dengan baik untuk melestarikan berbagai seni juga budaya di Yogyakarta.

Comments:

Leave a Reply

you may also like