Source: unsplash.com/2AM CREATIVES
Pernikahan menjadi momen yang begitu ditunggu oleh banyak orang. Ketika waktu ini datang, momen bahagia tersebut akan dirayakan dengan pesta yang bermakna, entah yang mewah, intimate, atau bahkan sederhana. Kesempurnaan dari perayaan pesta pernikahan itu pun tidak jauh-jauh dari suguhan yang diberikan untuk para tamu.
Di Indonesia sendiri, banyak ragam adat pernikahan di setiap daerah. Mereka punya ciri khas sendiri yang membuat konsep dengan konsep lain berbeda dan terasa unik. Salah satunya adalah adanya kuliner yang jadi elemen penting dalam menyambut tamu. Banyak sekali makanan khas yang hanya bisa ditemui di pernikahan. Makanan-makanan ini bukan hanya nikmat soal rasa, tetapi juga sarat akan makna. Jadi, masyarakat terdahulu dalam memilah hidangan dalam pernikahan akan dipehitungkan dengan detail.
Apa saja jenis makanan tersebut? Yuk, kepoin di bawah!
Jenang atau Dodol

Source: Google Image
Makanan pertama yang sering ditemui dalam pesta pernikahan adalah jenang atau dodol. Makanan ini berwarna cokelat dengan aroma yang wangi. Bentuknya biasanya sudah terpotong-potong ukuran kecil dan dilapisi plastic agar lebih mudah diambil. Jeneng ini kerap jadi hantaran atau snack yang tersaji di dekat makanan utama dari sebuah pesta.
Jenang dibuat dari bahan dasar tepung, santan, serta gula jawa atau gula aren. Bisa diketahui bahwa rasanya manis, teksturnya lengket, tetapi empuk. Ada juga yang membuat jenang atau dodol ini dengan konsep lebih empuk.
Dalam budaya Jawa, jenang atau dodol ini punya makna yang begitu mulai. Adanya tekstur lengket pada jenang tersebut melambangkan adanya kerekatan serta kerja sama pada sebuah rumah tangga. Oleh karena itu, jenang selalu ada di dalam pesta pernikahan maupun hantaran.
Jadah

Source: Google Image
Masih dari Jawa, ada satu lagi menu yang biasanya tersedia pada sebuah pernikahan. Namanya adalah jadah, kuliner warna putih yang mirip dengan jenang. Hanya saja, jadah lebih sedikit keras daripada jenang yang cenderung empuk nan lengket.
Jadah dibuat dari bahan dasar beras ketan. Kemudian beras ketan yang sudah direndam dan dikukus itu dicampur dengan kelapa parut juga garam. Semua bahan-bahan dicampur menjadi satu, diuleni, dan ditumbuk hingga akhirnya menjadi halus. Teksturnya kenyal, ada rasa bulir-bulir kelapa yang gurih, dan aroma harum dari santan. Penyajian jadah bisa dilakukan dalam berbagai cara, seperti digoreng, dibakar, atau dimakan langsung.
Jadah digunakan sebagai salah satu hantaran dalam kebudayaan pernikahan Jawa. Jadah biasanya ditaruh dalam sebuah Nampak atau baki dalam keadaan utuh. Makna atau filosofi dari jadah ini hampir mirip dengan jenang, yaitu melambangkan hubungan erat antara suami dan istri ketika menjalani kehidupan bersama.
Wajik

Source: Google Image
Selanjutnya, masih dari Jawa, hidangan kali ini seolah jadi kombinasi antara jenang dan jadah. Namanya adalah wajik, sebah kuliner dengan warna cokela, rasa yang manis, dan tesktur empuk nan lengket di setiap gigitannya. Wajik pun jadi makanan wajib di setiap acara, salah satuny adalah pernikahan. Konon katanya, makanan ini sudah ada sejak zaman Majapahit.
Bahan dasar pembuatan wajik adalah beras ketan yang dicampur dengan santan kelapa dan gul merah. Semua bahan-bahan dicampur dan dikukus menjadi satu. Beras ketan tidak dihaluskan, sehingga menciptakan tekstur seperti beras yang lebih nikmat. Rasanya legit karena gula yang dgunakan. Biasanya wajik disajikan dalam bentuk kotak-kotak kecil agar lebih mudah dimakan.
Wajik klasik akan berwarna cokelat, menggunakan warna alami dari bahan pembuatan. Namun, saat ini sudah ada wajik-wajik lain yang memiliki warna beragam, seperti hijau dan merah jambu. Sedangkan makna dari wajik sendiri adalah mempererat ikatan bahtera rumah tangga.
Sala Lauak

Source: Google Image
Dari Jawa menuju ke Suamtera, ada sala lauak yang jadi makanna pertama yang akan dibahasan. Makan ini berbentuk bulat, berasal dari Minang, Sumatera Barat. Berbeda dengan ketiga makanan manis di atas, sala lauak punya citasa rasa yang gurih karena dibut menggunakan ikan teri. Kemudian sala lauak pun dibuat menggunkan berbagai rempah-rempah.
Sala lauak dibuat dari tepung beras yang disangrai, dicampur ikan teri halus, dan aneka rempah, diantaranya kunyit, jahe, lengkuas, bawang putih, juga bawang merah. Aroma sala lauak semakin terasa karena penggunaan daun kunyit yang diiris tipis-tipis dam dimasukkan ke dalam adonan. Lalu, sala lauak akan digoreng, hingga menciptakan tekstur renyah di luar dan lembut di dalam.
Gorengan khas in sebenarnya tidak hanya disajikan ketika pernikahan saja. Sala lauak pun dijual secara bebas oleh masyarakat, cocok untuk teman makan. Namun, memang ada berbagai jenis sala yang beredar secara umum. Sebab, sala sendiri artinya adalah gorengan.
Bannang-bannang

Source: Google Image
Dari Sumatera menuju ke Sulawesi, makanan berikutnya adalah banang-banang. Kuliner ini berasal dari Suku Bugis, Sulawesi Selatan. Makanan ini memang khas dari daerah tersebut dan sudah ada sejak zaman dulu kala. Bannang-bannga jadi menu wajib ketika ada hajat pernikahan di wilayah Makassar dan sekitarnya.
Bannang-bannga berbentuk lonjong, berwarna cokelat. Teksturnya sepert benang kusut yang terbuat dari tepung bers dan gula merah. Cara membuatnya pun ukup unik karena membutuhkan bantuan batok kelapa dalam proses memasak. Bannang-bannang jadi kuliner unik yang dimasak dengan cara digoreng.
Bannang-bannga bukan hanya punya rasa yang manis dan renyah. Makanan ini pun memiliki filosofi tersendiri bagi para pengantin yang melangsungkan pesta pernikahan. Bentuk bak benang kusut, tidak berujung baik mula maupun akhir, menandakan bahwa tidak peduli siapa dan bagaimana asal-usulnya, asalkan apa yang dilakukan baik maka tidak menjadi masalah. Rasa manis dan lengket dari bannang-bannag sendiri menandakan hubungan dua keluarga yang erat, tidak akan terpisah sampai maut memisahkan. Semakin kusut bentuk bannang-bannang maka semakin kuat maknanya.
Roti Buaya

Source: Google Image
Kembali ke Pulau Jawa, kali ini datang dari kebudayaan Betawi. Siapa bilang kalau buaya itu tanda sebaga seorang player? Justru, buaya adalah lambang dari kesetiaan karena hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa roti buaya selalu ada dalam setiap pernikahan masyarakat Suku Betawi.
Roti Buaya benar-benar dibentuk seperti buaya. Teksturnya kebanyakan keras, karena roti ini memang sebetulnya tidak untuk dimakan. Namun, beberapa sudah ada yang membuatnya lebih empuk. Hal tersebut sejalan dengan perubahan yang terjadi, karena dulunya, simbol buaya ini diberikan pada hantaran pernikahan dalam bentuk ukiran kayu.
Roti buaya tidak hanya jadi simbol kesetiaan. Lebih jauh, roti buaya adalah simbol ketangguhan dan kekuatan. Buaya jadi herwan yang kuat, hidup di dua alam, dan mampu bertahan dalam berbagai kondisi, seperti harapan bahwa setiap keluarga baru memiliki jalan untuk tetap bertahan dari berbagai terpaan masalah. Sedangkan kekuatan yang diinginkan adalah tetap tabah dalam menghadapi cobaan setelah menikah.
Nah, itu dia beberapa kuliner khas yang biasanya selalu ada di dalam pernikahan. Makanan-makanan ini ada yang dijadikan sebagai hantaran atau pun camilan teman makanan berat. Sebenarnya masih ada jenis makanan lain yang juga menarik untuk diulik karena Indonesia memang kaya akan budaya, termasuk kuliner.
Kalau di daerah Anda apakah ada yang menarik juga?
Comments:
Leave a Reply