source: Google Image
Gen‑Z kini menjadi generasi investor terbesar di Indonesia. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan bahwa pada akhir 2024, lebih dari 60% investor pasar modal berasal dari usia di bawah 30 menandakan pertumbuhan fenomenal di kalangan anak muda. Kini, Gen‑Z bukan hanya menabung, tapi memanfaatkan teknologi untuk membangun kekayaan masa depan.
Menurut survei Katadata Insight Center, sekitar 72,5% anak muda termasuk Gen‑Z menyatakan tujuan utama investasi bukan sekadar mencari keuntungan cepat, melainkan menyiapkan masa depan mulai dari biaya pendidikan hingga nikah dan pensiun. Mereka sadar bahwa waktu adalah aset terbesar: memulai sekarang berarti memanfaatkan efek bunga majemuk untuk membangun kekayaan dalam jangka panjang. Gen‑Z yang memahami hal ini telah mulai menabung dana pensiun sejak usia 19.
Jenis Investasi yang Cocok untuk Gen-Z
1. Reksadana
Reksadana adalah salah satu jenis investasi yang paling ramah bagi pemula, termasuk Gen-Z. Melalui reksadana, kamu bisa menyimpan uang di berbagai instrumen keuangan seperti saham, obligasi, atau pasar uang tanpa harus pusing mengelola sendiri. Ada manajer investasi profesional yang akan mengatur alokasi dan strategi agar modal kamu berkembang optimal. Dengan nominal mulai dari Rp10 ribu, reksadana sangat terjangkau dan fleksibel bagi anak muda yang baru mulai belajar menabung secara produktif.
Selain itu, reksadana juga menawarkan diversifikasi, yang artinya risiko kerugian bisa lebih ditekan dibanding investasi tunggal seperti saham. Platform digital seperti Bibit, Bareksa, atau Ajaib juga memudahkan kamu berinvestasi hanya lewat aplikasi ponsel. Cocok untuk kamu yang ingin mulai menabung tetapi masih ragu mengambil risiko tinggi. Belajar investasi sambil jalan, bisa banget dimulai dari sini.
2. Saham
Investasi saham cocok buat Gen-Z yang ingin terjun langsung ke dunia pasar modal dan memiliki kontrol penuh terhadap pilihan investasinya. Saham memberikan peluang imbal hasil tinggi, terutama jika kamu jeli dalam membaca tren pasar, menganalisis laporan keuangan perusahaan, dan memperhatikan sentimen ekonomi. Dibanding reksadana, saham membutuhkan pemahaman yang lebih kompleks, tapi juga memberi pengalaman belajar yang luar biasa.
Namun, karena sifatnya yang fluktuatif, saham bisa mengalami kenaikan maupun penurunan tajam dalam waktu singkat. Oleh karena itu, penting untuk tidak sekadar ikut-ikutan atau "FOMO" ketika memilih saham. Gunakan waktu luang untuk riset mandiri, nonton video edukasi dari ahli pasar modal, dan praktikkan melalui simulasi terlebih dahulu. Jika dilakukan dengan sabar dan konsisten, investasi saham bisa menjadi salah satu sumber cuan jangka panjang Gen-Z.
Baca juga: Resep Pasta Carbonara ala Italia, Kuliner Nuansa Eropa yang Harus Coba Kamu Buat
3. Emas Digital
Emas digital kini semakin digemari Gen-Z karena fleksibilitas dan keamanannya. Kamu tak perlu membeli logam mulia secara fisik, cukup melalui aplikasi seperti Tokopedia Emas, Pegadaian Digital, atau Pluang. Kamu bisa mulai dengan nominal kecil, bahkan dari Rp5.000, dan menambah secara berkala. Nilai emas cenderung stabil dalam jangka panjang, membuatnya cocok sebagai “tabungan aman” saat ekonomi sedang tidak menentu.
Keuntungan emas digital dibanding emas fisik adalah tidak perlu repot menyimpan atau khawatir soal pencurian. Kamu juga bisa menjualnya kapan saja secara online. Emas cocok untuk kamu yang ingin investasi minim risiko tetapi tetap bernilai tinggi. Cocok buat simpanan masa depan seperti biaya nikah, DP rumah, atau pendidikan anak kelak. Sebagai pelengkap dari portofolio investasi Gen-Z, emas digital wajib dipertimbangkan.
4. Cryptocurrency
Cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum banyak menarik perhatian Gen-Z karena teknologi blockchain yang revolusioner dan potensi keuntungannya yang tinggi. Investasi ini bisa jadi jalan buat kamu yang tertarik dengan dunia digital dan ingin mencoba aset dengan risiko tinggi namun peluang cuan besar. Tapi perlu diingat, harga kripto sangat volatil. Dalam sehari, nilainya bisa naik atau turun drastis. Karena itu, investasi ini tidak disarankan untuk semua orang, apalagi jika menggunakan uang kebutuhan sehari-hari.
Sebelum membeli kripto, pastikan kamu sudah benar-benar paham risiko yang menyertainya. Gunakan aplikasi resmi yang terdaftar di Bappebti seperti Tokocrypto, Indodax, atau Pintu. Idealnya, alokasikan dana maksimal 10% dari total portofolio investasi kamu ke kripto. Jadikan ini sebagai investasi spekulatif, bukan utama. Kalau kamu suka teknologi dan paham konsep blockchain, kripto bisa jadi opsi seru buat pelengkap portofolio.
5. Peer-to-Peer (P2P) Lending
P2P lending adalah jenis investasi di mana kamu meminjamkan uang kepada individu atau UMKM melalui platform digital, dan mendapatkan imbal hasil dari bunga pinjaman tersebut. Platform seperti Amartha, Investree, dan Akseleran kini makin populer di kalangan Gen-Z karena kemudahan penggunaan dan transparansi data peminjam. Imbal hasil yang ditawarkan juga cukup tinggi, bisa mencapai 12–20% per tahun.
Meski menjanjikan, P2P lending tetap memiliki risiko gagal bayar. Oleh karena itu, penting untuk menyebar dana ke banyak peminjam (diversifikasi) dan memilih platform yang memiliki sistem evaluasi risiko yang ketat. P2P cocok untuk kamu yang ingin “berperan” sebagai investor mikro dan membantu perekonomian UMKM. Namun pastikan hanya menggunakan uang dingin, alias dana yang tidak akan kamu gunakan dalam waktu dekat.
Gen‑Z semakin sadar pentingnya literasi keuangan dasar jangan hanya ikut tren sosial media, tapi belajar tentang manajemen risiko, diversifikasi, dan manajemen emosi. Mengalokasikan dana ke instrumen konservatif (obligasi, reksa dana pasar uang), moderat (saham blue-chip), dan spekulatif (kripto, thematic ETF) membantu mengurangi risiko volatilitas. Investasi kecil rutin (micro-investing) bisa dimulai dari nominal Rp5.000 - Rp10.000 di aplikasi seperti Pluang atau Bibit. Metode DCA membantu mengurangi tekanan psikologis saat harga pasar naik turun.
Gen‑Z harus memeriksa portofolio setiap 6–12 bulan untuk memastikan alokasi tetap sejalan dengan toleransi risiko dan tujuan investasi. Aplikasi seperti Ajaib, Tokocrypto, dan Bibit menawarkan pengalaman pengguna halus, edukasi bawaan, hingga copy-trading. Tetapi awas terhadap promosi finansial oleh influencer tanpa kredensial OJK sekarang mulai mengawasi konten influencer agar tidak menyesatkan.
Bagi Gen-Z yang ingin serius membangun masa depan finansial melalui investasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan literasi keuangan. Ini adalah fondasi penting agar kamu tidak terjebak dalam investasi bodong, jebakan FOMO (fear of missing out), atau memilih instrumen hanya karena viral. Saat ini banyak sekali sumber pembelajaran gratis yang bisa kamu akses lewat YouTube, podcast, media sosial, hingga platform edukasi seperti KoinWorks Academy, ZAP Finance, atau akun-akun keuangan di TikTok yang dikurasi oleh financial planner bersertifikat. Mulailah dengan memahami konsep dasar seperti manajemen risiko, imbal hasil, diversifikasi, dan pentingnya tujuan investasi.
Baca juga: Mari Bernostalgia Dengan Bermain Permainan Semasa Kecil!
Setelah pemahaman dasar terbentuk, langkah berikutnya adalah mengenali profil risikomu sendiri. Apakah kamu termasuk konservatif, moderat, atau agresif dalam menghadapi potensi kerugian? Ini penting karena setiap jenis investasi memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda. Misalnya, jika kamu masih takut kehilangan uang, maka reksadana pasar uang atau emas digital bisa jadi pilihan awal yang lebih aman. Sementara jika kamu cukup berani mengambil risiko untuk potensi keuntungan tinggi, saham atau bahkan cryptocurrency bisa dijadikan pelengkap portofolio. Banyak aplikasi kini menyediakan fitur uji profil risiko secara gratis, jadi manfaatkanlah untuk mengukur kesiapan mental dan finansialmu.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan investasi yang jelas. Apakah kamu ingin menabung untuk biaya kuliah lanjutan, dana menikah, beli rumah, atau bahkan pensiun dini? Menentukan tujuan akan membantu kamu dalam memilih instrumen yang paling tepat dan durasi investasi yang sesuai. Untuk tujuan jangka pendek (1–3 tahun), sebaiknya pilih investasi yang stabil seperti reksadana pasar uang atau deposito. Namun untuk jangka panjang (lebih dari 5 tahun), kamu bisa mengambil instrumen dengan fluktuasi lebih tinggi seperti saham atau P2P lending.
Kemudian, buatlah kebiasaan menyisihkan dana secara rutin dari penghasilan atau uang saku. Tak perlu menunggu kaya dulu untuk mulai investasi cukup mulai dari nominal kecil seperti Rp10 ribu hingga Rp100 ribu. Gunakan metode auto-debit agar kamu terbiasa “menabung dulu, belanja belakangan”. Banyak platform investasi kini menyediakan fitur ini, dan sangat membantu dalam membentuk kedisiplinan finansial. Konsistensi jauh lebih penting daripada jumlah besar yang tak rutin.
Jangan lupa untuk terus memantau dan mengevaluasi portofolio investasimu. Lakukan review berkala, misalnya setiap tiga atau enam bulan sekali. Apakah alokasinya masih sesuai dengan kondisi pasar dan kebutuhanmu saat ini? Jika belum, kamu bisa rebalancing atau menyesuaikan kembali komposisi investasimu. Misalnya, jika sahammu turun karena kondisi pasar, mungkin saatnya memperbesar porsi ke aset yang lebih stabil agar portofolio tetap sehat. Disiplin dalam memantau dan fleksibel dalam beradaptasi adalah kunci sukses berinvestasi jangka panjang.
Terakhir, jauhi mentalitas ingin cepat kaya. Investasi bukanlah jalan pintas untuk menjadi miliarder dalam semalam. Justru, semakin kamu bersabar dan berpikir jangka panjang, semakin besar peluangmu untuk sukses secara finansial. Gen-Z yang mampu menunda kesenangan hari ini untuk masa depan yang lebih mapan esok hari akan berada dalam posisi yang sangat menguntungkan. Ingat, berinvestasi bukan soal siapa yang mulai dengan uang terbanyak, tapi siapa yang paling konsisten dan cerdas dalam mengambil keputusan.
Comments:
Leave a Reply